LubuklinggauNews

PBB-P2 Lubuklinggau Dinilai Melebihi Tarif Bebani Masyarakat, Potensi Pendapatan Dari PPAT Tak Tertagih

508
×

PBB-P2 Lubuklinggau Dinilai Melebihi Tarif Bebani Masyarakat, Potensi Pendapatan Dari PPAT Tak Tertagih

Sebarkan artikel ini

LUBUKLINGGAU – Kepala Bapenda Lubuklinggau dinilai kurang pengawasan dan pengendalian intern sehingga terjadi ketinggian dalam pemungutan pajak PBB-P2.

Hal ini dinilai membebani dan merugikan masyarakat saat kondisi sulit sekarang ini.

Selain itu, Kepala Bapenda Lubuklinggau kurang memantau atas laporan PPAT.

Sehingga Pemkot Lubuklinggau kehilangan potensi pendapatan dari keterlambatan laporan PPAT dan termasuk juga yang tidak dilaporkan PPAT dengan nilai Rp398.250.000,00.

Data ini berdasarkan LHP BPK atau Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pemkot Lubuklinggau Tahun 2023.

Nomor : 53.B/LHP/XVIII.PLG/05/2024.
Tanggal : 27 Mei 2024.

Baca LHP BPK Sebelumnya : Kepala BPKAD Lubuklinggau Dinilai kurang Cermat Susun Laporan Keuangan, Properti Investasi Tak Gambarkan Sebenarnya, Ini Telaah BPK

DIKETAHUI : Pemkot Lubuk Linggau Tahun 2023 menganggarkan Pendapatan Pajak Daerah sebesar Rp83.000.000.000,00 dan telah direalisasikan sebesar Rp51.663.831.695,00 atau sebesar 62,25% dari anggaran.

Pemungutan Pajak Daerah dilakukan oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) berdasarkan peraturan daerah dan peraturan wali kota terkait Pajak.

Hasil pemeriksaan atas pengelolaan pajak daerah menunjukkan permasalahan sebagai berikut:

A. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dikenakan lebih tinggi dari Perda.

Peraturan Daerah (Perda) Kota Lubuk Linggau Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menetapkan tarif:

1) untuk Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dibawah Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) sebesar 0,1% (nol koma satu persen) per tahun; dan

2) untuk NJOP Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) atau lebih sebesar 0,2% (nol koma dua persen) per tahun.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen dan perhitungan ulang atas pengenaan tarif PBB-P2 diketahui terdapat 12.661 Wajib Pajak (WP) dikenakan tarif lebih tinggi dari yang ditetapkan dalam Perda.

Tarif yang dikenakan sebesar 0,12% untuk NJOP Rp0,00 – Rp1.000.000.000,00, dan 0,22% untuk NJOP Rp1.000.000.000,00 atau lebih dari ketetapan PBB-P2 terutang tahun 2023 sebesar Rp3.553.872.954,00.

Hasil perhitungan ulang dengan menggunakan tarif sesuai Perda yaitu 0,1% dan 0,2%, ketetapan PBB P2 terutang seharusnya sebesar Rp3.155.374.000,00.

Dengan demikian terdapat pembayaran PBB-P2 melebihi tarif yang ditentukan sebesar Rp398.498.954,00 (Rp3.553.872.954,00 – Rp3.155.374.000,00).

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang PBB dan BPHTB Bapenda menyatakan bahwa sejak tahun 2014 pada saat pelimpahan awal pajak pusat ke daerah, tarif tersebut sudah digunakan pada aplikasi pemungutan PBB.

B. Tidak seluruh PPAT melaporkan pembuatan akta sesuai ketentuan Peraturan Daerah Kota Lubuk Linggau Nomor 13 Tahun 2010 tentang BPHTB

Pada Perda itu mensyaratkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara untuk melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Wali Kota paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Apabila PPAT/Notaris tidak melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang untuk perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp250.000,00 untuk setiap laporan.

Namun, Perda Kota Lubuk Linggau tersebut belum disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tanggal 16 Juni 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menyatakan bahwa denda keterlambatan penyampaian laporan pembuatan akta sebesar Rp1.000.000,00 per laporan.

Berdasarkan data pada repository Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) diketahui terdapat 19 PPAT yang terdaftar aktif di Kota Lubuk Linggau.

Namun, selama tahun 2023, terdapat PPAT tidak melaksanakan pelaporan pembuatan akta setiap bulan ke Bapenda dan tidak dikenakan sanksi administrasi sesuai ketentuan karena tidak ada Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pendataan PPAT di Kota Lubuk Linggau.

Hasil pemeriksaan terhadap database BPHTB dan dokumen Laporan Pembuatan Akta oleh PPAT sepanjang tahun 2023 menunjukkan dari 1.593 Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) BPHTB yang diterbitkan Bapenda, hanya terdapat 661 laporan pembuatan akta yang diterima Bapenda dari enam PPAT, sedangkan sebanyak 1.178 pembuatan akta tidak dilaporkan oleh PPAT kepada Bapenda.

Dari 661 laporan pembuatan akta PPAT, terdapat 415 laporan yang terlambat disampaikan oleh PPAT kepada Bapenda dan belum dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp103.750.000,00 dan terdapat 1.178 akta yang tidak ada Laporan PPAT dengan denda minimal sebesar Rp294.500.000,00.

Laporan pembuatan akta seharusnya menjadi dasar Bapenda untuk melakukan monitoring atas pembayaran BPHTB, tetapi Bidang PBB dan BPHTB hanya mengarsipkan berkas laporan PPAT tanpa mendata PPAT yang belum melaporkan pembuatan akta tanah dan menelaah laporan tersebut.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

A. Peraturan Daerah Kota Lubuk Linggau Nomor 13 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan pada:

1) Pasal 12 Ayat (1) menyatakan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor yang membidangi pelayanan lelang negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Wali Kota paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya; dan

2) Pasal 13 Ayat (2) menyatakan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.

B. Peraturan Daerah Kota Lubuk Linggau Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan pada:

1) Pasal 6 yang menyatakan bahwa Tarif PBB-P2 ditetapkan sebagai berikut:

a) Huruf a) yang menyatakan untuk NJOP dibawah Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,1% (nol koma satu persen) per tahun; dan

b) Huruf b) yang menyatakan untuk NJOP Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) atau lebih, ditetapkan sebesar 0,2% (nol koma dua persen) per tahun.

2) Pasal 7 yang menyatakan bahwa Besarnya pokok PBB-P2 yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (4).

Permasalahan di atas mengakibatkan:

a. Pengenaan tarif pajak terutang PBB-P2 yang lebih besar membebani masyarakat;

b. Kekurangan penerimaan dari sanksi administrasi atas laporan PPAT yang terlambat sebesar Rp103.750.000,00; dan

c. Kehilangan potensi penerimaan dari sanksi administrasi atas laporan PPAT yang tidak dilaporkan sebesar Rp294.500.000,00.

Hal tersebut disebabkan oleh:

a. Kepala Bapenda selaku Pengguna Anggaran kurang melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengenaan tarif PBB-P2 dan laporan PPAT atas pembuatan akta tanah; dan

b. Kepala Bidang PBB-P2 dan BPHTB kurang cermat dalam memverifikasi pengenaan tarif PBB-P2 dan memantau laporan PPAT atas pembuatan akta tanah.

Atas permasalahan tersebut, Wali Kota Lubuk Linggau menyatakan menerima dan akan ditindaklanjuti oleh SKPD yang bersangkutan.

BPK merekomendasikan Wali Kota Lubuk Linggau agar memerintahkan Kepala Bapenda untuk:

a. Menyesuaikan tarif pada aplikasi pemungutan PBB-P2 sesuai dengan Perda; dan

b. Memantau kepatuhan pelaporan akta tanah oleh PPAT dan menagihkan sanksi administrasi bagi PPAT yang terlambat menyampaikan laporan sebesar Rp103.750.000,00.

Sementara permohonan informasi tindaklanjut masalah diatas dari wartawan media ini melalui pengajuan PPID ke Pemkot Lubuklinggau melalui Kemendagri berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP, status : menunggu. 

Baca LHP BPK Berikutnya : Telaah BPK, Pungutan Retribusi Disperindag Lubuklinggau Tahun 2023 Tak Sesuai Aturan Berpotensi Kurang Rp2,2 Miliar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!